KESERUPAAN HIDUP DALAM KRISTUS (Part 3)
Filipi 2:8
“Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.”
Pada tulisan ini kita akan belajar bersama kembali mengenai aspek ketiga dalam keserupaan hidup di dalam Kristus, yaitu “Ketaatan”. Ketaatan merupakan sebuah aspek yang sangat mudah untuk dibicarakan tetapi seringkali sulit untuk dilakukan. Walaupun sulit berarti bukan tidak mungkin untuk dilakukan.
Saya telah katakan, bahwa dalam jemaat Filipi ada masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan berjemaat maupun secara pribadi, seperti yang dijelaskan dalam Filipi 2:2-4. Sehingga dalam ayat yang kelima, Paulus mengajak jemaat Filipi kembali melihat teladan Yesus dalam menjalankan rencana keselamatan Allah bagi manusia, ketika Dia menjalani penderitaan dan kematian di atas kayu Salib untuk menebus dosa manusia.
Dua aspek kita sudah pelajari bersama. Yang pertama, teladan Yesus mengajar kita untuk melihat betapa berharganya hidup dan segala hal yang Tuhan berikan kepada kita, termasuk orang-orang yang ada di sekitar kita. Sedangkan aspek yang kedua, teladan Yesus mengajar kita untuk belajar mengosongkan diri dalam pengertian belajar untuk memberi diri dan hidup kita bagi orang lain. Dua hal ini memiliki hubungan yang erat satu dengan yang lainnya. Kita tidak akan dapat memberi diri kita bagi orang lain, jika kita kita tidak dapat melihat nilai diri orang lain melalui perspektif Allah.
Tapi apa hubungan dua hal tersebut dengan sebuah teladan “Ketaatan” seperti yang dikatakan Paulus dalam Filipi 2:8? Hal menarik saya temukan ketika saya membuka internet untuk mencari artikel mengenai ketaatan. Ketika saya membuka google, lalu menuliskan artikel mengenai ketaatan, kemudian search, saya cukup terkejut dengan apa yang saya temukan. Jumlah artikel mengenai ketaatan manusia jauh lebih sedikit dibandingkan dengan artikel mengenai definisi ketaatan, dan jauh lebih sedikit dibandingkan dengan artikel mengenai ketaatan seekor anjing. Dalam list pencarian saya di internet, bahkan ada puluhan artikel mengenai cara-cara untuk melatih seekor anjing untuk menjadi taat, disertai dengan tips dan jurus-jurus ampuh untuk berbagai jenis anjing.
Tetapi terlalu sedikit artikel mengenai ketaatan seorang manusia. Artikel-artikel yang mengajarkan jurus-jurus jitu untuk menjadi seorang manusia yang taat. Di satu sisi saya merasa lucu, tetapi di satu sisi lainnya, saya rasa setiap orang harus menghadapi sebuah kenyataan bahwa betapa sulitnya untuk mengerjakan ketaatan dalam hidup kita. Contoh sederhananya saja, mentaati peraturan lalu lintas. Seringkali sulit sekali mentaati perintah lalu lintas, kalau kita kena lampu merah, lihat kiri kanan, jalanan kosong, tidak ada polisi, sedang cepat-cepat atau tidak, anda pilih terus jalan, atau berhenti?? Mungkin bukan kita, tetapi orang-orang yang di sekitar kita seringkali melakukan hal itu. Hal ini hanyalah contoh sederhana dari betapa sulitnya mengerjakan sebuah ketaatan.
Saya rasa, pergumulan yang sama juga dialami oleh Yesus, ketika Dia menjalani jalan salib. Jalan yang harus Yesus lalui bukanlah sebuah peristiwa yang mudah, karena Dia menjalaninya dalam keadaan sebagai seorang manusia. Paulus dalam Filipi 2:8 mengatakan, “…Dalam keadaan sebagai manusia…” bukan dalam keadaan sebagai Allah, bukan berarti Yesus melepaskan ke-Allah-an-Nya, tetapi walaupun Dia, Allah, Yesus tidak mempergunakan kuasa dan kekuatan-Nya sebagai Allah. Sehingga peristiwa Salib merupakan suatu peristiwa yang secara manusia ingin sekali dihindari. Oleh karena itu, jika kita kembali melihat pergumulan Yesus dalam doa-Nya di taman Getsemani, maka kita akan melihat hal ini.
Dalam doanya di Getsemani, sebanyak tiga kali Yesus berdoa dan meminta kepada Bapa, agar cawan pahit ini lalu dari pada-Ku, dan tiga kali juga Yesus belajar untuk taat. Bahkan dalam pergumulan-Nya, Lukas melukiskan keringat Yesus seperti tetesan darah. Hal ini seakan menunjukkan kepada kita, bahwa Yesus pun pernah menghadapi pergumulan kita mengenai ketaatan. Jika demikian di mana kunci kemenangan Yesus dalam ketaatan-Nya memikul salib? Kuncinya ada pada perendahan diri.
Perendahan diri Yesus bukanlah suatu bentuk rasa minder, dan perendahan diri Yesus juga bukan penurunan status, dari Allah menjadi manusia. Tetapi perendahan diri Yesus dilakukan dalam keadaan-Nya sebagai manusia. Sehingga perendahan diri yang Yesus lakukan berbicara mengenai menjaga kesatuan, menjaga kesehatian, mendahulukan kepentingan orang lain. Perendahan diri yang Yesus lakukan menjadi salah satu kunci jawaban bagi permasalahan yang dialami oleh jemaat di Filipi.
Dan ketaatan-Nya untuk terus memikul salib bahkan sampai mati di kayu salib, merupakan wujud nyata dari perendahan diri yang Yesus lakukan. Ketaatan bukanlah sebuah teori mengenai perilaku manusia, Ketaatan juga bukan hanya sebatas tindakan, tetapi ketaatan merupakan wujud nyata dari perendahan diri kita terhadap Tuhan dan terhadap sesama.
Ketika kita belajar taat kepada Firman Tuhan, sebenarnya kita sedang belajar untuk merendahkan diri kita bagi Tuhan dan sesama. Karena jika kita melihat seluruh perintah yang Allah berikan kepada manusia, semuanya itu mengenai bagaimana kita bisa mengasihi Allah dan sesama. Dan kita tidak akan pernah dapat mentaati perintah Tuhan tersebut, jika kita tidak pernah belajar untuk merendahkan diri, belajar untuk melihat kepentingan dan kebutuhan orang lain.
Mungkin bagi kita, hal ini seringkali sulit untuk dijalani, tetapi kebangkitan Yesus telah memberikan kekuatan di dalam diri kita orang percaya untuk belajar hidup mentaati Firman Tuhan. Ada banyak ibadah yang kita ikuti sepanjang bulan Paskah ini, saya harap kita masih mengingat Firman Tuhan yang disampaikan. Saya tidak akan bertanya isi khotbahnya, tetapi saya ingin bertanya kepada anda, “Sudahkah kita menjalankan Firman Tuhan tersebut dalam hidup kita sehari-hari?”