KESERUPAAN HIDUP DI DALAM KRISTUS (PART 2)
FILIPI 2:7
“Melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.”
FILIPI 2:7
“Melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.”
Kita sudah belajar salah satu aspek keserupaan hidup di dalam Kristus adalah belajar melihat betapa berharganya hidup kita dan segala hal yang Tuhan berikan dalam hidup kita. Dan aspek kedua dari keserupaan hidup di dalam Kristus adalah pengosongan diri. Tema pengosongan diri secara teologis banyak sekali diperdebatkan oleh para ahli Alkitab. Dan ada banyak ribuan buku yang membahas mengenai hal ini. Namun pagi hari ini, kita tidak akan melihatnya secara teologis, tetapi kita akan melihatnya secara praktis dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi banyak orang, pengosongan diri merupakan suatu bentuk meditasi. Orang bermeditasi berjam-jam, di tempat-tempat yang mereka rasakan cocok untuk bermeditasi, sampai mereka bisa menyatu dengan lingkungan yang ada di sekitar mereka. Artinya, pengosongan diri merupakan suatu bentuk penyatuan jiwa dengan lingkungan di sekitar kita. Bila mereka bermeditasi di alam terbuka, maka bentuk pengosongan diri adalah bersatunya jiwa mereka dengan alam. Mereka merasa bisa mendengar suara alam yang berbicara dengan mereka.
Dalam teladan Yesus ketika Dia mengosongkan diri dan mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia, bukan berarti Yesus bukan lagi Allah melainkan manusia sejati, Dia tetap Allah sejati. Jadi apa yang bisa kita mengerti tentang pengosongan diri Yesus? Pengosongan diri yang dilakukan Yesus adalah suatu bentuk kesediaan-Nya untuk menjadi manusia, sehingga Dia bisa berkomunikasi dengan manusia. Supaya Dia tahu pergumulan hidup saudara dan saya. Kita tahu, dalam sepanjang Perjanjian Lama, Allah adalah Allah yang kudus, yang tidak dapat melihat dosa, sehingga tidak ada satu manusia pun yang dapat melihat Allah.
Dalam Perjanjian Lama, Allah selalu berbicara melalui perantaraan Musa, dan ketika Allah berbicara dengan Musa, itupun tidak dalam kondisi Allah menyatakan diri secara langsung kepada Musa, tetapi melalui penampakan, seperti nyala api. Dalam peristiwa Elia berbicara kepada Allah, Allah pun menyatakan diri dalam bentuk angin. Kita ingat dalam peristiwa Yesaya, ketika Yesaya melihat kemuliaan Allah, Yesaya langsung berkata, “Celakalah aku..” Karena tidak ada satu orangpun yang dapat bertahan melihat kemuliaan Allah yang besar. Dan hanya ada satu saat di mana Allah berhadapan muka langsung dengan manusia yaitu ketika manusia belum jatuh ke dalam dosa.
Dosa membuat manusia tidak lagi dapat berbicara langsung kepada Allah. Dosa juga membuat manusia selalu menyalahkan Tuhan atas segala kesulitan hidup yang dideritanya. Apakah kita masih ingat, ketika bangsa Israel melintasi padang gurun setelah keluar dari Mesir? Bangsa Israel berkata kepada Allah, “Apakah karena di Mesir tidak ada lagi kuburan untuk kami, sehingga kami harus mati di padang gurun?” Saudara, apa yang dikatakan oleh bangsa Israel seringkali menjadi cerminan hidup bagi kita. Kita sering mengeluh kepada Tuhan, terkadang kita kuatir, dan pada saat itu, seringkali kita menganggap Tuhan tidak bisa mengerti pergumulan dan masalahku.
Contoh sederhananya, jika kita diharuskan menyatakan kasih Agape kepada setiap orang, bisakah kita lakukan? Lalu, kita berkata, Tuhan Yesus aja bisa, masa kita ga bisa? Biasanya respon apa yang kita keluarkan? Seringkali banyak orang berkata, “kita kan manusia, sedangkan Yesus itu Allah, jadi jangan disamakan donk.” Saudara, betapa seringnya kita membuat excuse bagi diri kita dengan mengatakan Yesus itu Allah dan kita ini manusia, sehingga jika kita tidak dapat melakukan perintah Tuhan, Tuhan pasti bisa maklum deh.
Oleh karena itu, Yesus turun ke dalam dunia, Dia mengosongkan diri-Nya, artinya Dia tidak menggunakan hak istimewa-Nya sebagai Allah, supaya dia bisa menjadi manusia, sama seperti kita. Yesus bisa haus, Dia bisa lapar, Dia bisa marah, Dia bisa lelah, dan yang terpenting adalah Yesus mengalami apa yang saudara dan saya alami. Dia menjadi manusia bukan mengambil rupa seorang presiden, bukan rupa seorang kaya, bukan rupa seorang tuan, tetapi mengambil rupa seorang hamba. Supaya Dia bisa mengerti kekuatiran kita, supaya Dia bisa merasakan sakitnya dikhiniati dan dilukai, supaya Dia bisa merasakan ketakutan kita, supaya Dia bisa merasakan sulitnya menjalani dan mentaati perintah Allah. Sehingga penulis surat Ibrani berkata dalam Ibrani 4:15, “Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah Imam Besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.” Dalam terjemahan New Living Translation, dikatakan bahwa pencobaan-pencobaan Yesus itu sama dengan pencobaan-pencobaan kita.
Dengan kata lain, “pengosongan diri” yang Yesus lakukan seolah ingin berkata kepada kita, “Aku tahu pergumulanmu, Aku mengerti kesulitan hidupmu, Aku tahu sulitnya melakukan perintah-perintah-Ku, tetapi Aku bisa melakukannya, dan Aku melakukannya tanpa menggunakan kuasa-Ku sebagai Allah, tetapi dalam keadaan-Ku sebagai manusia.”
Peristiwa Jumat Agung merupakan suatu peristiwa yang Mulia. Suatu peristiwa di mana Yesus yang adalah Allah rela turun ke dalam dunia, untuk bisa mengerti hidup manusia dan menjadi Pengantara manusia dengan Allah. Oleh karena itu, biarlah di dalam Bulan Paskah ini, kita juga dapat dipakai menjadi saluran berkat Tuhan bagi sesama kita. Ketika kita bisa memberikan diri kita bagi orang lain, menjadi pendengar yang baik bagi orang lain, dan menjadi pendoa bagi sesama kita yang sedang memiliki masalah dan pergumulan hidup yang sulit, sama seperti Yesus telah melakukannya terlebih dahulu bagi kita.
No comments:
Post a Comment