“ABOVE ALL”
Yohanes 21:15
“Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih daripada mereka ini?”
Pada suatu hari dikisahkan, ada sepasang kekasih yang saling mencintai dan setelah mereka membina hubungan selama beberapa tahun, maka sang pria melamar pasangannya untuk menikah dengannya. Namun sang wanita belum dapat memberikan jawabannya. Ternyata ada satu hal yang mengganjal di hati wanita tersebut, sehingga dia belum dapat memberikan jawabannya kepada pria yang mencintainya tersebut. Ganjalan tersebut adalah rasa cemburunya terhadap cinta kasih pria tersebut kepada ibunya. Sehingga pada satu saat, sang wanita memberikan syarat yang “gila” kepada pria yang kembali menanyakan jawaban atas lamarannya. Syarat yang diberikan oleh sang wanita tersebut adalah dia meminta jantung dari ibu pria tersebut. Mendengar hal tersebut, pria tersebut banyak berpikir dan terus berpikir. Namun setelah seminggu dia berpikir, pria tersebut mengambil keputusan untuk membunuh ibunya dan membawa jantung ibunya kepada wanita yang ingin dia nikahi tersebut.
Mungkin bagi kita yang membacanya, kita bisa berkata bahwa kisah tersebut adalah sebuah perbuatan “gila dan biadab”. Bagaimana mungkin pria tersebut rela membunuh ibunya hanya untuk seorang wanita? Mungkin juga kita bisa berkata, “Pria tersebut adalah pria yang bodoh! Masih banyak banyak wanita lainnya yang dapat dijadikan pasangan!” Tentunya masih banyak pemikiran-pemikiran lain yang berkecamuk dalam pikiran kita ketika membaca kisah tersebut. Ketika saya mendengar kisah tersebut, saya pun mengalami hal yang sama. Namun dalam moment itu, saya teringat mengenai kisah percakapan antara Yesus dan Petrus dalam Yohanes 21:15.
Dalam kisah percakapan ini, ada dua latar belakang dari dua pribadi yang melakukan percakapan tersebut (Yesus dan Petrus). Di satu sisi, kisah tersebut terjadi setelah Yesus disalibkan, mati, dan bangkit pada hari yang ketiga. Dan dalam kesempatan itu, Tuhan Yesus menampakkan diri-Nya kepada para murid di Danauh Tiberias, di daerah Galilea (sesuai dengan janji-Nya kepada para murid, yang dapat kita lihat dalam Markus 16:7). Namun di sisi lainnya, kisah ini juga terjadi ketika Petrus masuk dalam kehancuran dan kesedihan, karena dia menyangkali Guru yang selama ini dia ikuti. Kisah ini dimulai tatkala Petrus sedang berada dalam kekecewaannya, bahwa Gurunya lebih memilih kematian daripada kehidupan dan menjadi seorang raja. Kurangnya pemahaman Petrus akan misi dan karya Yesus membuat dia kembali kepada pekerjaannya sebagai penjala ikan. Dan dalam situasi seperti ini, terjadilah percakapan tersebut.
Petrus yang tahu bahwa Yesus ada di tepi danau, langsung berenang menghampiri Yesus. Dan setelah semua murid lainnya tiba, mereka mempersiapkan sarapan bersama. Kemudian terjadilah percakapan di antara Yesus dan Petrus, di mana Yesus mengajukan sebuah pertanyaan yang begitu mengejutkan Petrus. Yesus bertanya, “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku, lebih daripada semua ini? Sebuah pertanyaan yang mengusik keberadaan Petrus.
Untuk mengerti arti dari “semua” yang dimaksudkan Yesus, ada dua penafsiran yang perlu kita perhatikan. Penafsiran yang pertama mengatakan bahwa ketika Yesus berkata semua ini, Yesus sedang menunjuk kepada perahu, jala, maupun ikan yang menjadi sumber penghasilan Petrus. Sedangkan penafsiran yang kedua mengatakan bahwa ketika Yesus berkata semua ini, Yesus sedang menunjuk kepada murid-murid lain yang duduk di dekat mereka. Namun kedua penafsiran ini bukanlah sesuatu yang perlu kita perdebatkan, tetapi sebaliknya menjadikan kedua penafsiran tersebut sebagai satu kesatuan. Dan disinilah kekuatan dari pertanyaan yang Yesus berikan kepada Petrus.
Sebuah pertanyaan yang membuat Petrus susah hati dan kesulitan untuk menjawabnya. Hal ini tercermin dari jawaban Petrus yang menggunakan kata Phileo ketika Petrus berkata, “…aku mengasihi Engkau.” Petrus tidak berani untuk menggunakan kata Agape, yang berarti menyerahkan seluruh totalitas kehidupannya kepada Yesus. Kesulitan dan kegamangan Petrus seringkali juga menjadi kesulitan dan kegamangan kita. Betapa sulitnya untuk mengasihi Tuhan Yesus dengan totalitas hidup kita bukan?
Above All seringkali menjadi sekedar ucapan di bibir daripada menjadi kerinduan kita. Sulit sekali ketika kita diajak untuk meninggalkan dosa dan kesenangan kita. Betapa sulitnya memilih untuk tetap beribadah dan melayani Tuhan di hari minggu dibandingkan memilih untuk tetap bekerja maupun untuk berpacaran. Betapa sulitnya untuk memilih membaca Alkitab dibandingkan memilih untuk membaca komik maupun browsing di internet. Lebih sulit untuk memilih berdoa dibandingkan memilih untuk tidur. Dan sulit sekali untuk berkomunikasi dengan Tuhan dibandingkan memilih untuk berkomunikasi dengan teman melalui blackberry, sms, ataupun telephone. Tentunya masih banyak kesulitan lainnya, ketika kita diajak untuk lebih mengasihi Tuhan lebih dari segala kesenangan kita.
Peristiwa Jumat Agung dan Paskah mengajak kita kembali untuk melihat apa yang Yesus lakukan buat kita. Dalam kedua moment ini, kita bisa melihat sebuah kenyataan bahwa Yesus lebih memilih kita dibandingkan kenyamanan Surga. Dia lebih memilih untuk mati dibandingkan mausia yang adalah ciptaan-Nya binasa. Yesus mengasihi kita above all things! Yesus mengasihi saya dan kamu lebih dari segalanya, karena bagi Dia, kita begitu berharga. Dan Dia rela mengorbankan segalanya bagi saya dan kamu.
Bagaimana dengan kita? Jika Yesus bertanya kepada kita, “Apakah engkau mengasihi Aku lebih dari semuanya ini?” Apa jawab kita? Dapatkah mulai saat ini kita berkata, “Aku mengasihi Engkau above all things?”
Biarlah pertanyaan ini senantiasa menggema dan terus mengusik kita, sampai akhirnya kita mampu mengasihi Yesus lebih dari segalanya. Dan biarlah pertanyaan ini membuat kita lebih mengalami makna Jumat Agung dan Paskah.
God bless Us
alangkah baiknya jika pak bernard dapat menghubungkan kembali cerita yang pertama dengan ayat alkitab yg direnungkan. (relate the bible verse with the murdering his mother's story)
ReplyDeletemenurut saya, 2 cerita ini irrelevant. verse alkitab shows how compassionate jesus' love is toward human beings...his solution of compassion is to sacrifice himself as a martyr...to lead humans to the correct way of living....his intention is worth to be admired.
on the other hand, killing his mother to show his girlfriend how much he loves her "above all"...is practically inhumane and not worth to be admired. i believe even jesus himself won't accept this kind of action.
one should still have conscience in his/her own action. a lot of religious fundamentals in the name of their gods (jesus or allah) use this kind of approach to do inhumane things. i hope more and more christians would realize these humanitarian concepts.
salam hangat,
--joe
penganut humanistic christianity