Live To Worship gathers us not only to Worship but Live the Worship and Experience Your Worship To God
Tuesday, December 22, 2009
REMEDY
Rasanya judul itu tidak terlalu asing bagi kita yang sering mengikuti perkembangan music, terlebih lagi lagu-lagu yang dinyanyikan oleh Jason Mraz. Sebuah lagu yang mantap untuk didengar dan dinikmati. Iramanya cepat, sulit, tapi tetap enak untuk dinikmati. Sekilas judul ini tidak memiliki arti yang mendalam, selain sebuah judul dari lagu tersebut.
Tapi iseng-iseng, aku coba mencari arti dari kata remedy, yang ternyata berarti sesuatu yang menyembuhkan. Dan menarik sekali bahwa dalam lyric lagu ini dikatakan, “if you gots the poison, I've gots the remedy.” Cukup lama aku merenungkan kalimat ini, dan mulai melihat sekitarku yang penuh dengan orang-orang yang “keracunan”. Mereka keracunan oleh pekerjaan mereka. Rasa tidak puas yang ada di dalam diri manusia meracuni manusia untuk menjadi seorang yang workaholic. Kadangkala ada orang-orang disekitarku yang juga keracunan oleh emosi yang tidak terkontrol, menjadikan banyak orang menjadi seorang pemarah, pendendam, bahkan tidak jarang mereka menjadi seorang pembunuh. Mereka juga keracunan akan materi maupun popularitas, yang tidak jarang membuat mereka mengambil jalan singkat untuk bunuh diri ketika semuanya itu tidak tercapai. Dan yang lebih celaka lagi, banyak orang keracunan oleh dosa dan tidak tahu bagaimana menyembuhkan keracunan tersebut.
Banyak orang mencoba mencari cara menyembuhkan keracunan tersebut, baik dalam kekayaan maupun kesibukan mereka, tapi tetap saja keracunan itu tidak tersembuhkan. Mereka lupa bahwa sebenarnya ada obat untuk menyembuhkan keracunan itu sejak 2000 tahun yang lalu. Natal merupakan suatu hari di mana obat yang menyembuhkan kita dari keracunan akan dosa telah ditemukan. 2000 tahun yang lalu Yesus yang adalah Allah menjadi manusia dengan satu tujuan, menggenapi rencana keselamatan Allah bagi manusia. Dialah “remedy” kita dari keracunan kita akan dosa. Oleh karena itu, Yohanes 3:16 mengatakan, “Begitu besar kasih Allah akan dunia, sehingga Ia mengaruniakan Anak-Nya, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal.”
Sebagai orang yang sudah percaya kepada Yesus, setiap kita memegang “remedy (berita injil)” itu untuk kita bagikan kepada orang lain, supaya keracunan mereka juga dapat disembuhkan. Maukah kita membagikannya kepada mereka, supaya orang-orang yang kita sayangi (keluarga, sahabat kita, tetangga kita, rekan kerja kita, dll) diselamatkan? Atau sebaliknya kita tetap menyimpannya dan membiarkan mereka mati dalam keracunan?
Seringkali hidup mengikut Tuhan seperti perlombaan lari marathon yang menempuh jarak kurang lebih 42 km. Dalam lari marathon ada 2 titik penting. Titik pertama diesbut sebagai titik kematian yang berada pada kilometer ke-36. Pada titik ini, biasanya seorang pelari akan kehabisan tenaga untuk berlari dan tidak lagi memiliki kekuatan untuk menyelesaikan lomba. Titik yang kedua dinamakan titik kehidupan yang berada pada kilometer ke-37. Pada titik ini, pelari akan mendapatkan kekuatan baru untuk menyelesaikan lomba.
Bukan hanya dalam lomba marathon, dua titik ini juga merupakan titik penting dalam kehidupan kita. Seringkali semakin lama kita mengikut Tuhan dan melayani-Nya, kita akan bertemu dengan kejenuhan, putus asa, dan kebosanan. Itulah titik kematian dalam kehidupan rohani kita. Oleh karena itu, kita perlu terus berlari mencapai kilometer 37, karena di sana ada kehidupan dan kekuatan yang memampukan kita untuk terus berjalan mengikut dan melayani Tuhan.
Jika demikian bagaimana kita menjaga agar kerajinan kita tidak kendor dan roh kita tetap menyala-nyala untuk mencapai titik kehidupan tersebut? Ada 3 hal yang dapat kita lakukan:
1.Kasih Yang Mula-Mula
Untuk dapat mencapai titik kehidupan tersebut, kita perlu kembali membangkitkan kembali kasih yang mula-mula kita rasakan ketika kita percaya kepada Yesus. Kasih yang mula-mula adalah kasih yang kita alami ketika kita menyadari bahwa melalui kematian-Nya kita sudah dibebaskan dari dosa dan mendapat hidup kekal. Kasih yang mula-mula inilah yang dapat menjadi bahan bakar untuk kita untuk terus berlari menuju titik kehidupan.
2.Tahu Finish Hidup Kita
Seringkali kesulitan kita untuk menjaga kerajinan kita dan semangat kita untuk mengikut dan melayani Tuhan dikarenakan kita tidak tahu finish hidup kita ada di mana. Sebagai orang percaya, finish hidup kita tidaklah berhenti pada saat kita meninggalkan dunia ini, tetapi finish hidup kita adalah saat kita berdiri di hadapan meja penghakiman Kristus untuk mempertanggung-jawabkan semua perbuatan kita. Kesadaran inilah yang memampukan kita untuk menjaga kerajinan kita dan semangat kita untuk terus mengkiut dan melayani Tuhan.
3.Jadikan Yesus Sebagai Fokus Hidup Kita
Ada banyak hal di sekitar kita yang dapat membuat semangat kita dalam pelayanan menjadi kendor. Masalah dan pergumulan, Perselisihan, keegoisan, hal-hal ini dapat membuat kita putus asa dan kehilangan semangat untuk melayani Tuhan. Oleh karena itu kita harus menjadikan Yesus sebagai fokus dalam hidup kita, Yesus yang telah mati untuk kita, Yesus yang setia menjadi sahabat kita, Yesus yang tidak pernah meninggalkan kita. Sehingga roh kita dapat terus menyala-nyala untuk melayani Tuhan.
Biarlah ketiga hal ini senantiasa ada dalam hidup kita, supaya hati dan hidup kita senantiasa memiliki semangat yang tidak pernah padam untuk mengikut Tuhan dan melayani Tuhan dengan segenap hati, segenap kekuatan, dan segenap akal budi kita.
"Mungkinkah???" Itulah pertanyaan yang pertama kali muncul ketika aku menonton sebuah iklan yang dibuat oleh sebuah yayasan bagi keluarga... Dalam iklan tersebut, seorang istri menyampaikan kata-kata terakhir bagi semua semua orang yang hadir dalam acara kedukaan suaminya... dalam kata sambutannya, dia tidak berkata mengenai sesuatu yang baik tentang suaminya...tetapi dia memperlihatkan sisi kekurangan dari suaminya, mengenai bagaimana suaminya suka mendengkur jika tidur, ataupun suka terbangun apabila dia tidur... Semua hal tersebut adalah kekurangan yang dimiliki suaminya...
Tapi menarik sekali, dia mengatakannya bukan untuk menjatuhkan reputasi dari suaminya...melainkan dia mengeluarkan satu statement yang rasanya dapat membuat kita berpikir keras mengenai perkataannya. Dia mengatakan, "In the end is these small things you remember, a little imperfections that make them perfect..." (Kalian dapat melihatnya di sini: http://www.youtube.com/watch?v=s2XLZsiCBsA).
Mungkinkah ketidak-sempurnaan membuat sesuatu menjadi sempurna??? Bagaimana mungkin???? Tetapi, semakin lama aku berpikir semakin aku tidak bisa menemukan alasan ataupun argumentasi untuk menerima pernyataan itu sebagai sesuatu yang masuk akal.
Tetapi semakin lama, aku menyadari bahwa dalam kehidupan yang kita jalani ada banyak ketidak-sempurnaan dalam hidup kita. Ketidak-sempurnaan yang kadangkala membuat kita kecewa, sedih, marah, bahkan terluka. Dan aku menyadari bahwa tidak ada orang yang menyukai ketidak-sempurnaan, setiap kita mengharapkan kesempurnaan.
Dan semakin lama kita merenungkan pernyataan itu, kita akan mulai mengerti bahwa kita tidak dapat mengerti hal ini dengan logika ataupun pikiran kita. Karena kita pun perlu menyadari bahwa diri saya dan dirimu bukanlah seorang manusia yang sempurna. Kita sendiri adalah manusia yang tidak sempurna, yang kadangkala bisa membuat orang yang di sekitar kita merasa kecewa, marah, sedih, bahkan terluka oleh perkataan kita atau perbuatan kita.
Jangan pernah membenci perkataan ini bahwa "Imperfections Can Make Our Life Perfect". Semakin aku merenungkan statement ini, aku semakin mengalami arti dari perkataan ini. Ketidak-sempurnaan betul-betul dapat membuat hidup kita sempurna. Coba pikirkan, kalau saja hidupmu dan hidupku sempurna, perlukah kita bersandar kepada Tuhan? Kalau saja hidup kita begitu sempurna, akankah kita selalu merindukan pertolongan dan pemeliharaan Tuhan? Kalau saja hidup kita begitu sempurna, mungkinkah kita percaya kepada Tuhan untuk keselamatan kita?
Ketidak-sempurnaan akan selalu ada selama kita masih hidup, tetapi yang terpenting adalah bagaimana kita meresponi ketidak-sempurnaan itu sebagaimana Tuhan bersikap kepada setiap kita yang tidak sempurna, yang sering menyakiti hati-Nya, yang seringkali mendukakan Tuhan. Tuhan Yesus selalu mengasihi kita, bahkan Dia mati bagi kita saat kita hidup dalam ketidak-sempurnaan kita.
Kawan, kita tidak pernah tahu kapan kita meninggalkan dunia ini, tetapi satu hal yang kita tahu, kita masih hidup di dalam dunia yang penuh dengan ketidak-sempurnaan. Tetapi biarlah Ketidak-sempurnaan itu menjadikan hidup kita sempurna...Karena Tuhan selalu bekerja dalam semua hal termasuk dalam ketidak-sempurnaan kita untuk mendatangkan kebaikan bagi aku, kamu, dan setiap orang yang mengasihi-Nya (Roma 8:28).
Pertama kali mendengar akronim ini, aku merasa hal ini cukup lucu. Aku berpikir bahwa orang yang menemukan akronim ini pastilah orang yang sangat kreatif. Hal ini cukup membuatku tertawa. Tetapi semakin lama direnungkan, judul di atas tidak lagi menjadi sesuatu yang lucu, namun menjadi peringatan penting di dalam kehidupan kita sehari-hari. Aku mendengar akronim ini dari seorang bernama Nick Vujivic. Seseorang yang aku percaya sudah mengalami Tuhan di dalam hidupnya. Sehingga dia bias sangat menghargai hidupnya dan Tuhan yang memberikan hidup kepadanya. Seseorang yang mampu menolong kita untuk melihat betapa indahnya hidup ini dalam semua situasi ataupun keadaan, asalkan kita berjalan bersama dengan Tuhan.
Aku percaya bahwa setiap kita memiliki kesibukan masing-masing. Baik dalam hal pekerjaan, study, maupun dalam aktifitas kita sehari-hari. Kesibukan bukan lagi sesuatu yang luar biasa dalam hidup kita. Bahkan kesibukan itu sendiri sudah menjadi rutinitas dalam hidup kita. Rasanya agak aneh kalau kita tidak memiliki kesibukan dalam hidup kita. Tapi saya percaya bahwa setiap kita memiliki alasan masing-masing untuk bersibuk ria. Namun kita perlu berhati-hati kawan, seringkali kesibukan dapat merenggut waktu yang kita miliki. Waktu untuk keluarga, waktu untuk sahabat, waktu untuk diri sendiri, bahkan jika kita tidak waspada maka kesibukan dapat merenggut waktu kita yang paling berharga untuk berkomunikasi dengan Tuhan Yesus.
Ada banyak hal yang bisa didefinisikan mengenai waktu berkomunikasi dengan Tuhan. Beberapa diantaranya seperti, kita kehilangan waktu doa kita, waktu kita untuk membaca Firman Tuhan, bahkan kalau kesibukan sudah menjadi gaya hidup kita, bukan tidak mungkin bahwa kita dapat kehilangan waktu kita untuk beribadah kepada Tuhan, baik hari minggu ataupun hari-hari lainnya. Hal-hal ini rasanya menjadi hal yang biasa mengingat dunia yang kita hidupi bergerak sedemikian cepat dan menuntut kita untuk melakukan segala sesuatu serba cepat.
Hal ini tidaklah salah, tetapi hal ini menjadi sesuatu yang salah, ketika kita terjebak di dalam kesibukan untuk memenuhi tuntutan dunia ini. Oleh karena itu tidaklah mengherankan Nick berkata bahwa BUSY adalah Being Under Satan’s Yard. Iblis senang sekali jika kita terjebak dalam kesibukan, karena hal itu dapat membuat kita jauh dari Tuhan. Dan bukan hanya urusan dunia, tidak jarang kesibukan pelayanan juga dapat membuat kita jauh dari Tuhan. Seringkali kita terlalu sibuk mempersiapkan segala sesuatu sehingga kita lupa untuk mengalami Tuhan dalam pelayanan kita.
Ingat kisah Marta dan Maria dalam Lukas 10:38-42? Dalam kisah itu diperlihatkan bagaimana Marta begitu sibuk melayani Tuhan, sampai-sampai Marta melupakan sesuatu yang paling penting dalam hubungannya dengan Tuhan Yesus, seperti yang Maria lakukan, yaitu duduk diam di dekat kaki Tuhan Yesus dan mendengarkan perkataan-Nya.
Bukankah kisah Marta dan Maria, seringkali juga menjadi kisah hidup kita? Cobalah kita periksa diri kita saat ini, apakah kesibukan sudah mengontrol hidupmu? Apakah saat ini kita sedang berada di halaman Setan? Jadilah seperti Maria yang tahu apa yang harus dilakukan di dalam hidupnya, yaitu ketika Maria tidak membiarkan kesibukan mengontrol hidupnya, kesibukan tidak mengambil waktunya yang berharga dengan Tuhannya. Maria duduk diam di dekat kaki Tuhan Yesus dan mendengar perkataan-Nya.
Tuhan memberkati.
Bernard Tjio 4 Nov '09
Friday, October 9, 2009
GARAM DAN TERANG DUNIA
MATIUS 3:13-16
Sebuah ayat yang mengagumkan! Inilah kira-kira perasaan yang muncul, ketika kita baru menjadi murid Tuhan. Kita menggebu-gebu untuk menunjukkan perbedaan yang ada antara kita yang sudah percaya dengan orang-orang yang belum percaya. Namun lambat laun, seriring dengan berjalannya waktu dalam kehidupan kita, ayat ini menjadi sebuah ayat yang menjenuhkan. Entah berapa kali kita sudah mendengar pembahasan mengenai ayat ini. Bahkan dapat dikatakan ayat ini sudah tertanam dalam pikiran kita. Kita merasa tahu dan sangat memahami ayat ini. Tetapi ketika tahun demi tahun berjalan, ketika hidup kekristenan kita menjadi sebuah rutinitas belaka, ayat ini menjadi ayat yang bisa “menina-bobokan” kita di gereja.
Tapi hari ini, ketika aku kembali membaca dan merenungkannya, aku mendapatkan sesuatu yang berbeda dari bagian Firman Tuhan ini. Banyak orang menafsirkan ayat ini sebagai ayat yang mendorong kita memberitakan Injil kepada orang-orang yang belum percaya kepada Tuhan. Penafsiran ini tentulah tidak salah. Tapi ada sesuatu yang menarik dalam bagian ini yang aku dapatkan pada hari ini. Jika kita perhatikan ayat ini baik-baik, Yesus mengatakan bahwa “Kamu adalah garam dunia (v. 13) dan Kamu adalah terang dunia (v. 14).” Artinya kita bukan diperintahkan untuk menjadi garam dan terang, tetapi kita memang garam dan terang dunia.
Sedangkan dalam ayat 13 selanjutnya dikatakan “Jika garam itu menjadi tawar…” Pertanyaannya, mungkinkah garam menjadi tawar? Dan dalam ayat 15 dikatakan bahwa, “Orang tidak akan meletakkan pelita di bawah tempayan…” Jelas sekali di sini bahwa dua peristiwa tersebut merupakan sebuah kemungkinan untuk menjelaskan sebuah kenyataan sebenarnya. Sehingga yang menjadi focus dari Mat 5:13-16 bukan pada diri kita sebagai garam dan terang, tetapi focus utamanya ada pada ayat 16, “…supaya mereka dapat melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di Sorga.” Inilah inti dari cerita mengenai Garam dunia dan terang dunia.
Intinya adalah bagaimana orang lain melihat Kristus nyata dalam hidup kita, sehingga orang-orang yang belum percaya bisa melihat dan menjadi percaya. Percuma jika kita memberitakan Injil tanpa memiliki kehidupan yang menghadirkan Kristus secara nyata dalam hidup kita. Oleh karena itu, Tuhan Yesus kembali menegaskan dan mengingatkan kepada kita, siapakah kita? Kita adalah garam dunia dan terang dunia, yang berfungsi untuk menyatakan Tuhan Yesus bagi dunia ini. God Bless Us
Bernard Jiang 10 October 2009
TURN YOUR EYES UPON JESUS
MAZMUR 121:1-8
Beberapa waktu belakangan ini, statement di atas menjadi pusat perhatianku. Terlebih lagi, statement di atas juga merupakan salah satu judul lagu yang ada di PPK. Tapi terlepas dari apakah lagunya enak dinyanyikan atau tidak, tetapi perkataan “Turn Your Eyes Upon Jesus” menjadi suatu kebenaran yang paling hakiki di dalam kehidupan kita sebagai murid Tuhan Yesus. Namun di tengah makin sulitnya kehidupan, krisis yang berkepanjangan dalam berbagai dimensi dalam lingkungan kita, yang tentunya sangat berdampak dalam kehidupan kita, apakah Turn Your Eyes Upon Jesus masih menjadi kebenaran hakiki yang terus kita lakukan di dalam perjalanan iman kita keda Yesus?
Aku sering melihat banyak orang bekerja tanpa lelah dari pagi sampai malam, bahkan tidak jarang hari sabtu dan minggu pun dikorbankan untuk itu. Ketika ditanyakan alasan mengapa dia bekerja sampai sedemikian berat? Sebuah alasan klise pun dimunculkan, “Untuk masa depan!” katanya. Demi meraih masa depan yang indah dia rela membuang waktu-waktu yang berharga bagi dirinya, bagi keluarganya, maupun bagi kerohaniannya. Lalu aku mulai bertanya, “Apakah hal ini merupakan sesuatu yang salah? Sepertinya tidak juga, karena ada ayat dalam Amsal yang membandingkan kemalasan manusia dengan kerajinan semut. Namun di sisi lainnya aku juga melihat kehidupan yang tidak jauh berbeda ada dalam kehidupan orang Kristen. Sekarang ini banyak orang Kristen seringkali melayani Tuhan dengan luar biasa. Mereka mencoba mencari dan memberi yang terbaik bagi Tuhan (katanya) tetapi apa yang dilakukan sebenarnya tidak lebih dari sekedar mencari popularitas dan nama di lingkungan saudara seiman. Bahkan tidak jarang ada orang-orang Kristen yang suka sekali memakai topeng dalam hidupnya. Artinya di gereja jadi anak Tuhan tetapi kalau di luar gereja jadi anak Hantu. Hidupnya tidak jarang lebih buruk dan tidak menjadi kesaksian bagi orang-orang yang belum percaya.
Tetapi sayangnya, suka atau tidak inilah dunia yang kita hidupi sekarang ini. Dunia di mana kita hidup, berkarya, dan beraktifitas. Dan dunia ini dipenuhi dengan tidak sedikit orang seperti yang saya contohkan di atas. Di dalam dunia yang seperti ini, menjadi pertanyaan penting bagi kita, masihkah pandangan kita tetap tertuju pada Yesus? Tidak jarang dalam situasi sulit, kita mengarahkan pandangan kita kepada materi, popularitas, ataupun orang-orang yang ada di sekitar kita, bukan? Tetapi berbeda sekali dengan sikap Daud ketika dia menuliskan Mazmur 121:1-8. Daud tidak mencari pertolongannya kepada gunung-gunung (pada masa Daud gunung adalah tempat perlindungan yang sangat baik, karena dari atas kita bisa melihat musuh), tetapi dia mencarinya di dalam Tuhan, Sang Pencipta. Dia juga tidak mencari pertolongan kepada manusia yang dapat membuat dia kecewa, tetapi dari Tuhan yang tidak pernah mengecewakan dia.
Ketika aku membaca bagian ini, pikiranku kembali mengingat statement judul di atas, Daud telah mempraktekkan hal tersebut secara nyata dalam hidupnya.Daud benar-benar mengalami Tuhan dalam hidupnya.Terutama dalam masa-masa sukar, ketika dia dikejar-kejar Saul untuk dibunuh. Setiap hari Daud hidup dalam kekuatiran, Daud hidup dalam ketakutan, dia hidup dalam kebimbangan dan keraguan akan penyertaan Tuhan dalam hidupnya. Tetapi di saat seperti itu tiba Daud bukannya meninggalkan Tuhan tetapi sebaliknya Daud justru mengarahkan pandangannya kepada Tuhan dan percaya akan janjinya (ayat 3-8), karena dia tahu Tuhannya tidak pernah meninggalkannya, bahkan ayat 3-4, Firman Tuhan mengatakan bahwa Tuhan tidak pernah terlelap, Dia selalu menjaga hidup Daud 24 jam nonstop!
Saya percaya, sebagaimana Tuhan menjaga hidup Daud, Tuhan juga menjaga hidupmu dan hidupku, hidup setiap orang yang percaya Tuhan Yesus. Di tengah dunia yang semakin sulit, bagaimana kita menjalani hidup kita? Kepada apa dan siapa kita mengarahkan pandangan kita untuk meminta kekuatan dan pertolongan? Jika hidupmu saat ini dipenuhi kekuatiran, ketakutan, kebimbangan, dan keraguan, pandanglah kepada Yesus, maka Dia akan melawat hidupmu, karena Dia tidak pernah terlelap.
Remember: Just Turn Your Eyes Upon Jesus!
Bernard Jiang 9 Oktober 2009
Monday, July 27, 2009
What Do You Seek? John 1:35-38
This story is actually a simple story if we only read it in passing. This is what I do, before I get a turning point within this story. It begins with a proclamation from John the Baptist about Jesus' identity. He said to his two disciples that Jesus was the Lamb of God. After they had heard it, they followed Jesus. When we read this part, we can say that it's only about theological knowledge. We can dig deeper about the meaning of the Lamb of God. We can also search in many commentaries about John's disciples' perception of Jesus' identity as the Lamb of God. But is it an important issue? I must say, “It is!”
It is important to have a good knowledge about Jesus' identity because it can help us to have a steady faith in Jesus. When those disciples were following Jesus, they had a good knowledge about the Old Testament. If they hadn’t learned the Old Testament, they wouldn’t have followed Jesus, and neither became Jesus' disciples. So in this case, it is important for us to study the Scriptures carefully so that we are no longer like children, tossed here and there by waves, and carried about by every wind of doctrine, by the trickery of men, by craftiness in deceitful scheming, like Paul said in Eph 4:14.
But when I read this story, verse 38 attracted me to meditate on Jesus' question, “What do you seek?” It's not a simple question to answer. If Jesus asked you, what would your answer be? I think about it so much. Then, I started to open my book of life and tried to find the first page of my Christian life. I read those pages one by one, trying to find a good answer. While I was reading it, I found a lot of stories in my journey as a Christian. And in it, I also found that my motivation has changed, I no longer seek Jesus in my service at the church, in my prayer, in my life, even in my sermons. I realized that I had given more attention to popularity, or praise from many people.
Through the answer of those disciples, I was reminded again about the ultimate purpose of our lives and our services. It's not about our glory but Jesus' glory! When Jesus asked John the Baptist's disciples who were following him, “What do you seek?”, They answered, “Rabbi (which translated means Teacher), where are You staying?” They didn’t seek for popularity, riches, nor glory, but they sought Jesus. He was the only purpose they had in their minds and their lives.
What about you? What do you seek when you become a Christian?
I hope that you have the same answer like those of the disciples. God bless you.
“Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.”
Pada tulisan ini kita akan belajar bersama kembali mengenai aspek ketiga dalam keserupaan hidup di dalam Kristus, yaitu “Ketaatan”. Ketaatan merupakan sebuah aspek yang sangat mudah untuk dibicarakan tetapi seringkali sulit untuk dilakukan. Walaupun sulit berarti bukan tidak mungkin untuk dilakukan.
Saya telah katakan, bahwa dalam jemaat Filipi ada masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan berjemaat maupun secara pribadi, seperti yang dijelaskan dalam Filipi 2:2-4. Sehingga dalam ayat yang kelima, Paulus mengajak jemaat Filipi kembali melihat teladan Yesus dalam menjalankan rencana keselamatan Allah bagi manusia, ketika Dia menjalani penderitaan dan kematian di atas kayu Salib untuk menebus dosa manusia.
Dua aspek kita sudah pelajari bersama. Yang pertama, teladan Yesus mengajar kita untuk melihat betapa berharganya hidup dan segala hal yang Tuhan berikan kepada kita, termasuk orang-orang yang ada di sekitar kita. Sedangkan aspek yang kedua, teladan Yesus mengajar kita untuk belajar mengosongkan diri dalam pengertian belajar untuk memberi diri dan hidup kita bagi orang lain. Dua hal ini memiliki hubungan yang erat satu dengan yang lainnya. Kita tidak akan dapat memberi diri kita bagi orang lain, jika kita kita tidak dapat melihat nilai diri orang lain melalui perspektif Allah.
Tapi apa hubungan dua hal tersebut dengan sebuah teladan “Ketaatan” seperti yang dikatakan Paulus dalam Filipi 2:8? Hal menarik saya temukan ketika saya membuka internet untuk mencari artikel mengenai ketaatan. Ketika saya membuka google, lalu menuliskan artikel mengenai ketaatan, kemudian search, saya cukup terkejut dengan apa yang saya temukan. Jumlah artikel mengenai ketaatan manusia jauh lebih sedikit dibandingkan dengan artikel mengenai definisi ketaatan, dan jauh lebih sedikit dibandingkan dengan artikel mengenai ketaatan seekor anjing. Dalam list pencarian saya di internet, bahkan ada puluhan artikel mengenai cara-cara untuk melatih seekor anjing untuk menjadi taat, disertai dengan tips dan jurus-jurus ampuh untuk berbagai jenis anjing.
Tetapi terlalu sedikit artikel mengenai ketaatan seorang manusia. Artikel-artikel yang mengajarkan jurus-jurus jitu untuk menjadi seorang manusia yang taat. Di satu sisi saya merasa lucu, tetapi di satu sisi lainnya, saya rasa setiap orang harus menghadapi sebuah kenyataan bahwa betapa sulitnya untuk mengerjakan ketaatan dalam hidup kita. Contoh sederhananya saja, mentaati peraturan lalu lintas. Seringkali sulit sekali mentaati perintah lalu lintas, kalau kita kena lampu merah, lihat kiri kanan, jalanan kosong, tidak ada polisi, sedang cepat-cepat atau tidak, anda pilih terus jalan, atau berhenti?? Mungkin bukan kita, tetapi orang-orang yang di sekitar kita seringkali melakukan hal itu. Hal ini hanyalah contoh sederhana dari betapa sulitnya mengerjakan sebuah ketaatan.
Saya rasa, pergumulan yang sama juga dialami oleh Yesus, ketika Dia menjalani jalan salib. Jalan yang harus Yesus lalui bukanlah sebuah peristiwa yang mudah, karena Dia menjalaninya dalam keadaan sebagai seorang manusia. Paulus dalam Filipi 2:8 mengatakan, “…Dalam keadaan sebagai manusia…” bukan dalam keadaan sebagai Allah, bukan berarti Yesus melepaskan ke-Allah-an-Nya, tetapi walaupun Dia, Allah, Yesus tidak mempergunakan kuasa dan kekuatan-Nya sebagai Allah. Sehingga peristiwa Salib merupakan suatu peristiwa yang secara manusia ingin sekali dihindari. Oleh karena itu, jika kita kembali melihat pergumulan Yesus dalam doa-Nya di taman Getsemani, maka kita akan melihat hal ini.
Dalam doanya di Getsemani, sebanyak tiga kali Yesus berdoa dan meminta kepada Bapa, agar cawan pahit ini lalu dari pada-Ku, dan tiga kali juga Yesus belajar untuk taat. Bahkan dalam pergumulan-Nya, Lukas melukiskan keringat Yesus seperti tetesan darah. Hal ini seakan menunjukkan kepada kita, bahwa Yesus pun pernah menghadapi pergumulan kita mengenai ketaatan. Jika demikian di mana kunci kemenangan Yesus dalam ketaatan-Nya memikul salib? Kuncinya ada pada perendahan diri.
Perendahan diri Yesus bukanlah suatu bentuk rasa minder, dan perendahan diri Yesus juga bukan penurunan status, dari Allah menjadi manusia. Tetapi perendahan diri Yesus dilakukan dalam keadaan-Nya sebagai manusia. Sehingga perendahan diri yang Yesus lakukan berbicara mengenai menjaga kesatuan, menjaga kesehatian, mendahulukan kepentingan orang lain. Perendahan diri yang Yesus lakukan menjadi salah satu kunci jawaban bagi permasalahan yang dialami oleh jemaat di Filipi.
Dan ketaatan-Nya untuk terus memikul salib bahkan sampai mati di kayu salib, merupakan wujud nyata dari perendahan diri yang Yesus lakukan. Ketaatan bukanlah sebuah teori mengenai perilaku manusia, Ketaatan juga bukan hanya sebatas tindakan, tetapi ketaatan merupakan wujud nyata dari perendahan diri kita terhadap Tuhan dan terhadap sesama.
Ketika kita belajar taat kepada Firman Tuhan, sebenarnya kita sedang belajar untuk merendahkan diri kita bagi Tuhan dan sesama. Karena jika kita melihat seluruh perintah yang Allah berikan kepada manusia, semuanya itu mengenai bagaimana kita bisa mengasihi Allah dan sesama. Dan kita tidak akan pernah dapat mentaati perintah Tuhan tersebut, jika kita tidak pernah belajar untuk merendahkan diri, belajar untuk melihat kepentingan dan kebutuhan orang lain.
Mungkin bagi kita, hal ini seringkali sulit untuk dijalani, tetapi kebangkitan Yesus telah memberikan kekuatan di dalam diri kita orang percaya untuk belajar hidup mentaati Firman Tuhan. Ada banyak ibadah yang kita ikuti sepanjang bulan Paskah ini, saya harap kita masih mengingat Firman Tuhan yang disampaikan. Saya tidak akan bertanya isi khotbahnya, tetapi saya ingin bertanya kepada anda, “Sudahkah kita menjalankan Firman Tuhan tersebut dalam hidup kita sehari-hari?”