Thursday, April 1, 2010

“ABOVE ALL”

Yohanes 21:15

“Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih daripada mereka ini?”

Pada suatu hari dikisahkan, ada sepasang kekasih yang saling mencintai dan setelah mereka membina hubungan selama beberapa tahun, maka sang pria melamar pasangannya untuk menikah dengannya. Namun sang wanita belum dapat memberikan jawabannya. Ternyata ada satu hal yang mengganjal di hati wanita tersebut, sehingga dia belum dapat memberikan jawabannya kepada pria yang mencintainya tersebut. Ganjalan tersebut adalah rasa cemburunya terhadap cinta kasih pria tersebut kepada ibunya. Sehingga pada satu saat, sang wanita memberikan syarat yang “gila” kepada pria yang kembali menanyakan jawaban atas lamarannya. Syarat yang diberikan oleh sang wanita tersebut adalah dia meminta jantung dari ibu pria tersebut. Mendengar hal tersebut, pria tersebut banyak berpikir dan terus berpikir. Namun setelah seminggu dia berpikir, pria tersebut mengambil keputusan untuk membunuh ibunya dan membawa jantung ibunya kepada wanita yang ingin dia nikahi tersebut.

Mungkin bagi kita yang membacanya, kita bisa berkata bahwa kisah tersebut adalah sebuah perbuatan “gila dan biadab”. Bagaimana mungkin pria tersebut rela membunuh ibunya hanya untuk seorang wanita? Mungkin juga kita bisa berkata, “Pria tersebut adalah pria yang bodoh! Masih banyak banyak wanita lainnya yang dapat dijadikan pasangan!” Tentunya masih banyak pemikiran-pemikiran lain yang berkecamuk dalam pikiran kita ketika membaca kisah tersebut. Ketika saya mendengar kisah tersebut, saya pun mengalami hal yang sama. Namun dalam moment itu, saya teringat mengenai kisah percakapan antara Yesus dan Petrus dalam Yohanes 21:15.

Dalam kisah percakapan ini, ada dua latar belakang dari dua pribadi yang melakukan percakapan tersebut (Yesus dan Petrus). Di satu sisi, kisah tersebut terjadi setelah Yesus disalibkan, mati, dan bangkit pada hari yang ketiga. Dan dalam kesempatan itu, Tuhan Yesus menampakkan diri-Nya kepada para murid di Danauh Tiberias, di daerah Galilea (sesuai dengan janji-Nya kepada para murid, yang dapat kita lihat dalam Markus 16:7). Namun di sisi lainnya, kisah ini juga terjadi ketika Petrus masuk dalam kehancuran dan kesedihan, karena dia menyangkali Guru yang selama ini dia ikuti. Kisah ini dimulai tatkala Petrus sedang berada dalam kekecewaannya, bahwa Gurunya lebih memilih kematian daripada kehidupan dan menjadi seorang raja. Kurangnya pemahaman Petrus akan misi dan karya Yesus membuat dia kembali kepada pekerjaannya sebagai penjala ikan. Dan dalam situasi seperti ini, terjadilah percakapan tersebut.

Petrus yang tahu bahwa Yesus ada di tepi danau, langsung berenang menghampiri Yesus. Dan setelah semua murid lainnya tiba, mereka mempersiapkan sarapan bersama. Kemudian terjadilah percakapan di antara Yesus dan Petrus, di mana Yesus mengajukan sebuah pertanyaan yang begitu mengejutkan Petrus. Yesus bertanya, “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku, lebih daripada semua ini? Sebuah pertanyaan yang mengusik keberadaan Petrus.

Untuk mengerti arti dari “semua” yang dimaksudkan Yesus, ada dua penafsiran yang perlu kita perhatikan. Penafsiran yang pertama mengatakan bahwa ketika Yesus berkata semua ini, Yesus sedang menunjuk kepada perahu, jala, maupun ikan yang menjadi sumber penghasilan Petrus. Sedangkan penafsiran yang kedua mengatakan bahwa ketika Yesus berkata semua ini, Yesus sedang menunjuk kepada murid-murid lain yang duduk di dekat mereka. Namun kedua penafsiran ini bukanlah sesuatu yang perlu kita perdebatkan, tetapi sebaliknya menjadikan kedua penafsiran tersebut sebagai satu kesatuan. Dan disinilah kekuatan dari pertanyaan yang Yesus berikan kepada Petrus.

Sebuah pertanyaan yang membuat Petrus susah hati dan kesulitan untuk menjawabnya. Hal ini tercermin dari jawaban Petrus yang menggunakan kata Phileo ketika Petrus berkata, “…aku mengasihi Engkau.” Petrus tidak berani untuk menggunakan kata Agape, yang berarti menyerahkan seluruh totalitas kehidupannya kepada Yesus. Kesulitan dan kegamangan Petrus seringkali juga menjadi kesulitan dan kegamangan kita. Betapa sulitnya untuk mengasihi Tuhan Yesus dengan totalitas hidup kita bukan?

Above All seringkali menjadi sekedar ucapan di bibir daripada menjadi kerinduan kita. Sulit sekali ketika kita diajak untuk meninggalkan dosa dan kesenangan kita. Betapa sulitnya memilih untuk tetap beribadah dan melayani Tuhan di hari minggu dibandingkan memilih untuk tetap bekerja maupun untuk berpacaran. Betapa sulitnya untuk memilih membaca Alkitab dibandingkan memilih untuk membaca komik maupun browsing di internet. Lebih sulit untuk memilih berdoa dibandingkan memilih untuk tidur. Dan sulit sekali untuk berkomunikasi dengan Tuhan dibandingkan memilih untuk berkomunikasi dengan teman melalui blackberry, sms, ataupun telephone. Tentunya masih banyak kesulitan lainnya, ketika kita diajak untuk lebih mengasihi Tuhan lebih dari segala kesenangan kita.

Peristiwa Jumat Agung dan Paskah mengajak kita kembali untuk melihat apa yang Yesus lakukan buat kita. Dalam kedua moment ini, kita bisa melihat sebuah kenyataan bahwa Yesus lebih memilih kita dibandingkan kenyamanan Surga. Dia lebih memilih untuk mati dibandingkan mausia yang adalah ciptaan-Nya binasa. Yesus mengasihi kita above all things! Yesus mengasihi saya dan kamu lebih dari segalanya, karena bagi Dia, kita begitu berharga. Dan Dia rela mengorbankan segalanya bagi saya dan kamu.

Bagaimana dengan kita? Jika Yesus bertanya kepada kita, “Apakah engkau mengasihi Aku lebih dari semuanya ini?” Apa jawab kita? Dapatkah mulai saat ini kita berkata, “Aku mengasihi Engkau above all things?”

Biarlah pertanyaan ini senantiasa menggema dan terus mengusik kita, sampai akhirnya kita mampu mengasihi Yesus lebih dari segalanya. Dan biarlah pertanyaan ini membuat kita lebih mengalami makna Jumat Agung dan Paskah.

God bless Us

Tuesday, December 22, 2009

REMEDY

Rasanya judul itu tidak terlalu asing bagi kita yang sering mengikuti perkembangan music, terlebih lagi lagu-lagu yang dinyanyikan oleh Jason Mraz. Sebuah lagu yang mantap untuk didengar dan dinikmati. Iramanya cepat, sulit, tapi tetap enak untuk dinikmati. Sekilas judul ini tidak memiliki arti yang mendalam, selain sebuah judul dari lagu tersebut.

Tapi iseng-iseng, aku coba mencari arti dari kata remedy, yang ternyata berarti sesuatu yang menyembuhkan. Dan menarik sekali bahwa dalam lyric lagu ini dikatakan, “if you gots the poison, I've gots the remedy.” Cukup lama aku merenungkan kalimat ini, dan mulai melihat sekitarku yang penuh dengan orang-orang yang “keracunan”. Mereka keracunan oleh pekerjaan mereka. Rasa tidak puas yang ada di dalam diri manusia meracuni manusia untuk menjadi seorang yang workaholic. Kadangkala ada orang-orang disekitarku yang juga keracunan oleh emosi yang tidak terkontrol, menjadikan banyak orang menjadi seorang pemarah, pendendam, bahkan tidak jarang mereka menjadi seorang pembunuh. Mereka juga keracunan akan materi maupun popularitas, yang tidak jarang membuat mereka mengambil jalan singkat untuk bunuh diri ketika semuanya itu tidak tercapai. Dan yang lebih celaka lagi, banyak orang keracunan oleh dosa dan tidak tahu bagaimana menyembuhkan keracunan tersebut.

Banyak orang mencoba mencari cara menyembuhkan keracunan tersebut, baik dalam kekayaan maupun kesibukan mereka, tapi tetap saja keracunan itu tidak tersembuhkan. Mereka lupa bahwa sebenarnya ada obat untuk menyembuhkan keracunan itu sejak 2000 tahun yang lalu. Natal merupakan suatu hari di mana obat yang menyembuhkan kita dari keracunan akan dosa telah ditemukan. 2000 tahun yang lalu Yesus yang adalah Allah menjadi manusia dengan satu tujuan, menggenapi rencana keselamatan Allah bagi manusia. Dialah “remedy” kita dari keracunan kita akan dosa. Oleh karena itu, Yohanes 3:16 mengatakan, “Begitu besar kasih Allah akan dunia, sehingga Ia mengaruniakan Anak-Nya, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal.”

Sebagai orang yang sudah percaya kepada Yesus, setiap kita memegang “remedy (berita injil)” itu untuk kita bagikan kepada orang lain, supaya keracunan mereka juga dapat disembuhkan. Maukah kita membagikannya kepada mereka, supaya orang-orang yang kita sayangi (keluarga, sahabat kita, tetangga kita, rekan kerja kita, dll) diselamatkan? Atau sebaliknya kita tetap menyimpannya dan membiarkan mereka mati dalam keracunan?

Selamat Menjelang Hari Natal 2009

Bernard Jiang

23 Desember 2009

Tuesday, November 10, 2009

Khotbah 8 Nov '09

BERSEMANGAT MELAYANI TUHAN

Roma 12:11

Seringkali hidup mengikut Tuhan seperti perlombaan lari marathon yang menempuh jarak kurang lebih 42 km. Dalam lari marathon ada 2 titik penting. Titik pertama diesbut sebagai titik kematian yang berada pada kilometer ke-36. Pada titik ini, biasanya seorang pelari akan kehabisan tenaga untuk berlari dan tidak lagi memiliki kekuatan untuk menyelesaikan lomba. Titik yang kedua dinamakan titik kehidupan yang berada pada kilometer ke-37. Pada titik ini, pelari akan mendapatkan kekuatan baru untuk menyelesaikan lomba.

Bukan hanya dalam lomba marathon, dua titik ini juga merupakan titik penting dalam kehidupan kita. Seringkali semakin lama kita mengikut Tuhan dan melayani-Nya, kita akan bertemu dengan kejenuhan, putus asa, dan kebosanan. Itulah titik kematian dalam kehidupan rohani kita. Oleh karena itu, kita perlu terus berlari mencapai kilometer 37, karena di sana ada kehidupan dan kekuatan yang memampukan kita untuk terus berjalan mengikut dan melayani Tuhan.

Jika demikian bagaimana kita menjaga agar kerajinan kita tidak kendor dan roh kita tetap menyala-nyala untuk mencapai titik kehidupan tersebut? Ada 3 hal yang dapat kita lakukan:

1. Kasih Yang Mula-Mula

Untuk dapat mencapai titik kehidupan tersebut, kita perlu kembali membangkitkan kembali kasih yang mula-mula kita rasakan ketika kita percaya kepada Yesus. Kasih yang mula-mula adalah kasih yang kita alami ketika kita menyadari bahwa melalui kematian-Nya kita sudah dibebaskan dari dosa dan mendapat hidup kekal. Kasih yang mula-mula inilah yang dapat menjadi bahan bakar untuk kita untuk terus berlari menuju titik kehidupan.

2. Tahu Finish Hidup Kita

Seringkali kesulitan kita untuk menjaga kerajinan kita dan semangat kita untuk mengikut dan melayani Tuhan dikarenakan kita tidak tahu finish hidup kita ada di mana. Sebagai orang percaya, finish hidup kita tidaklah berhenti pada saat kita meninggalkan dunia ini, tetapi finish hidup kita adalah saat kita berdiri di hadapan meja penghakiman Kristus untuk mempertanggung-jawabkan semua perbuatan kita. Kesadaran inilah yang memampukan kita untuk menjaga kerajinan kita dan semangat kita untuk terus mengkiut dan melayani Tuhan.

3. Jadikan Yesus Sebagai Fokus Hidup Kita

Ada banyak hal di sekitar kita yang dapat membuat semangat kita dalam pelayanan menjadi kendor. Masalah dan pergumulan, Perselisihan, keegoisan, hal-hal ini dapat membuat kita putus asa dan kehilangan semangat untuk melayani Tuhan. Oleh karena itu kita harus menjadikan Yesus sebagai fokus dalam hidup kita, Yesus yang telah mati untuk kita, Yesus yang setia menjadi sahabat kita, Yesus yang tidak pernah meninggalkan kita. Sehingga roh kita dapat terus menyala-nyala untuk melayani Tuhan.

Biarlah ketiga hal ini senantiasa ada dalam hidup kita, supaya hati dan hidup kita senantiasa memiliki semangat yang tidak pernah padam untuk mengikut Tuhan dan melayani Tuhan dengan segenap hati, segenap kekuatan, dan segenap akal budi kita.

Tuhan Yesus Memberkati Kita Semua

Tuesday, November 3, 2009

Imperfection That Makes Perfection!

"Mungkinkah???" Itulah pertanyaan yang pertama kali muncul ketika aku menonton sebuah iklan yang dibuat oleh sebuah yayasan bagi keluarga... Dalam iklan tersebut, seorang istri menyampaikan kata-kata terakhir bagi semua semua orang yang hadir dalam acara kedukaan suaminya... dalam kata sambutannya, dia tidak berkata mengenai sesuatu yang baik tentang suaminya...tetapi dia memperlihatkan sisi kekurangan dari suaminya, mengenai bagaimana suaminya suka mendengkur jika tidur, ataupun suka terbangun apabila dia tidur... Semua hal tersebut adalah kekurangan yang dimiliki suaminya...

Tapi menarik sekali, dia mengatakannya bukan untuk menjatuhkan reputasi dari suaminya...melainkan dia mengeluarkan satu statement yang rasanya dapat membuat kita berpikir keras mengenai perkataannya. Dia mengatakan, "In the end is these small things you remember, a little imperfections that make them perfect..." (Kalian dapat melihatnya di sini: http://www.youtube.com/watch?v=s2XLZsiCBsA).

Mungkinkah ketidak-sempurnaan membuat sesuatu menjadi sempurna??? Bagaimana mungkin????
Tetapi, semakin lama aku berpikir semakin aku tidak bisa menemukan alasan ataupun argumentasi untuk menerima pernyataan itu sebagai sesuatu yang masuk akal.

Tetapi semakin lama, aku menyadari bahwa dalam kehidupan yang kita jalani ada banyak ketidak-sempurnaan dalam hidup kita. Ketidak-sempurnaan yang kadangkala membuat kita kecewa, sedih, marah, bahkan terluka. Dan aku menyadari bahwa tidak ada orang yang menyukai ketidak-sempurnaan, setiap kita mengharapkan kesempurnaan.

Dan semakin lama kita merenungkan pernyataan itu, kita akan mulai mengerti bahwa kita tidak dapat mengerti hal ini dengan logika ataupun pikiran kita. Karena kita pun perlu menyadari bahwa diri saya dan dirimu bukanlah seorang manusia yang sempurna. Kita sendiri adalah manusia yang tidak sempurna, yang kadangkala bisa membuat orang yang di sekitar kita merasa kecewa, marah, sedih, bahkan terluka oleh perkataan kita atau perbuatan kita.

Jangan pernah membenci perkataan ini bahwa "Imperfections Can Make Our Life Perfect". Semakin aku merenungkan statement ini, aku semakin mengalami arti dari perkataan ini. Ketidak-sempurnaan betul-betul dapat membuat hidup kita sempurna. Coba pikirkan, kalau saja hidupmu dan hidupku sempurna, perlukah kita bersandar kepada Tuhan? Kalau saja hidup kita begitu sempurna, akankah kita selalu merindukan pertolongan dan pemeliharaan Tuhan? Kalau saja hidup kita begitu sempurna, mungkinkah kita percaya kepada Tuhan untuk keselamatan kita?

Ketidak-sempurnaan akan selalu ada selama kita masih hidup, tetapi yang terpenting adalah bagaimana kita meresponi ketidak-sempurnaan itu sebagaimana Tuhan bersikap kepada setiap kita yang tidak sempurna, yang sering menyakiti hati-Nya, yang seringkali mendukakan Tuhan. Tuhan Yesus selalu mengasihi kita, bahkan Dia mati bagi kita saat kita hidup dalam ketidak-sempurnaan kita.

Kawan, kita tidak pernah tahu kapan kita meninggalkan dunia ini, tetapi satu hal yang kita tahu, kita masih hidup di dalam dunia yang penuh dengan ketidak-sempurnaan. Tetapi biarlah Ketidak-sempurnaan itu menjadikan hidup kita sempurna...Karena Tuhan selalu bekerja dalam semua hal termasuk dalam ketidak-sempurnaan kita untuk mendatangkan kebaikan bagi aku, kamu, dan setiap orang yang mengasihi-Nya (Roma 8:28).

Imperfection That Makes Perfection!

Tuhan Yesus memberkati kita semua!


Bernard Jiang
4 November '09

BUSY (Being Under Satan's Yard)

BUSY (Being Under Satan's Yard)

Pertama kali mendengar akronim ini, aku merasa hal ini cukup lucu. Aku berpikir bahwa orang yang menemukan akronim ini pastilah orang yang sangat kreatif. Hal ini cukup membuatku tertawa. Tetapi semakin lama direnungkan, judul di atas tidak lagi menjadi sesuatu yang lucu, namun menjadi peringatan penting di dalam kehidupan kita sehari-hari. Aku mendengar akronim ini dari seorang bernama Nick Vujivic. Seseorang yang aku percaya sudah mengalami Tuhan di dalam hidupnya. Sehingga dia bias sangat menghargai hidupnya dan Tuhan yang memberikan hidup kepadanya. Seseorang yang mampu menolong kita untuk melihat betapa indahnya hidup ini dalam semua situasi ataupun keadaan, asalkan kita berjalan bersama dengan Tuhan.

Aku percaya bahwa setiap kita memiliki kesibukan masing-masing. Baik dalam hal pekerjaan, study, maupun dalam aktifitas kita sehari-hari. Kesibukan bukan lagi sesuatu yang luar biasa dalam hidup kita. Bahkan kesibukan itu sendiri sudah menjadi rutinitas dalam hidup kita. Rasanya agak aneh kalau kita tidak memiliki kesibukan dalam hidup kita. Tapi saya percaya bahwa setiap kita memiliki alasan masing-masing untuk bersibuk ria. Namun kita perlu berhati-hati kawan, seringkali kesibukan dapat merenggut waktu yang kita miliki. Waktu untuk keluarga, waktu untuk sahabat, waktu untuk diri sendiri, bahkan jika kita tidak waspada maka kesibukan dapat merenggut waktu kita yang paling berharga untuk berkomunikasi dengan Tuhan Yesus.

Ada banyak hal yang bisa didefinisikan mengenai waktu berkomunikasi dengan Tuhan. Beberapa diantaranya seperti, kita kehilangan waktu doa kita, waktu kita untuk membaca Firman Tuhan, bahkan kalau kesibukan sudah menjadi gaya hidup kita, bukan tidak mungkin bahwa kita dapat kehilangan waktu kita untuk beribadah kepada Tuhan, baik hari minggu ataupun hari-hari lainnya. Hal-hal ini rasanya menjadi hal yang biasa mengingat dunia yang kita hidupi bergerak sedemikian cepat dan menuntut kita untuk melakukan segala sesuatu serba cepat.

Hal ini tidaklah salah, tetapi hal ini menjadi sesuatu yang salah, ketika kita terjebak di dalam kesibukan untuk memenuhi tuntutan dunia ini. Oleh karena itu tidaklah mengherankan Nick berkata bahwa BUSY adalah Being Under Satan’s Yard. Iblis senang sekali jika kita terjebak dalam kesibukan, karena hal itu dapat membuat kita jauh dari Tuhan. Dan bukan hanya urusan dunia, tidak jarang kesibukan pelayanan juga dapat membuat kita jauh dari Tuhan. Seringkali kita terlalu sibuk mempersiapkan segala sesuatu sehingga kita lupa untuk mengalami Tuhan dalam pelayanan kita.

Ingat kisah Marta dan Maria dalam Lukas 10:38-42? Dalam kisah itu diperlihatkan bagaimana Marta begitu sibuk melayani Tuhan, sampai-sampai Marta melupakan sesuatu yang paling penting dalam hubungannya dengan Tuhan Yesus, seperti yang Maria lakukan, yaitu duduk diam di dekat kaki Tuhan Yesus dan mendengarkan perkataan-Nya.

Bukankah kisah Marta dan Maria, seringkali juga menjadi kisah hidup kita? Cobalah kita periksa diri kita saat ini, apakah kesibukan sudah mengontrol hidupmu? Apakah saat ini kita sedang berada di halaman Setan? Jadilah seperti Maria yang tahu apa yang harus dilakukan di dalam hidupnya, yaitu ketika Maria tidak membiarkan kesibukan mengontrol hidupnya, kesibukan tidak mengambil waktunya yang berharga dengan Tuhannya. Maria duduk diam di dekat kaki Tuhan Yesus dan mendengar perkataan-Nya.

Tuhan memberkati.


Bernard Tjio
4 Nov '09

Friday, October 9, 2009

GARAM DAN TERANG DUNIA

MATIUS 3:13-16

Sebuah ayat yang mengagumkan! Inilah kira-kira perasaan yang muncul, ketika kita baru menjadi murid Tuhan. Kita menggebu-gebu untuk menunjukkan perbedaan yang ada antara kita yang sudah percaya dengan orang-orang yang belum percaya. Namun lambat laun, seriring dengan berjalannya waktu dalam kehidupan kita, ayat ini menjadi sebuah ayat yang menjenuhkan. Entah berapa kali kita sudah mendengar pembahasan mengenai ayat ini. Bahkan dapat dikatakan ayat ini sudah tertanam dalam pikiran kita. Kita merasa tahu dan sangat memahami ayat ini. Tetapi ketika tahun demi tahun berjalan, ketika hidup kekristenan kita menjadi sebuah rutinitas belaka, ayat ini menjadi ayat yang bisa “menina-bobokan” kita di gereja.

Tapi hari ini, ketika aku kembali membaca dan merenungkannya, aku mendapatkan sesuatu yang berbeda dari bagian Firman Tuhan ini. Banyak orang menafsirkan ayat ini sebagai ayat yang mendorong kita memberitakan Injil kepada orang-orang yang belum percaya kepada Tuhan. Penafsiran ini tentulah tidak salah. Tapi ada sesuatu yang menarik dalam bagian ini yang aku dapatkan pada hari ini. Jika kita perhatikan ayat ini baik-baik, Yesus mengatakan bahwa “Kamu adalah garam dunia (v. 13) dan Kamu adalah terang dunia (v. 14).” Artinya kita bukan diperintahkan untuk menjadi garam dan terang, tetapi kita memang garam dan terang dunia.

Sedangkan dalam ayat 13 selanjutnya dikatakan “Jika garam itu menjadi tawar…” Pertanyaannya, mungkinkah garam menjadi tawar? Dan dalam ayat 15 dikatakan bahwa, “Orang tidak akan meletakkan pelita di bawah tempayan…” Jelas sekali di sini bahwa dua peristiwa tersebut merupakan sebuah kemungkinan untuk menjelaskan sebuah kenyataan sebenarnya. Sehingga yang menjadi focus dari Mat 5:13-16 bukan pada diri kita sebagai garam dan terang, tetapi focus utamanya ada pada ayat 16, “…supaya mereka dapat melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di Sorga.” Inilah inti dari cerita mengenai Garam dunia dan terang dunia.

Intinya adalah bagaimana orang lain melihat Kristus nyata dalam hidup kita, sehingga orang-orang yang belum percaya bisa melihat dan menjadi percaya. Percuma jika kita memberitakan Injil tanpa memiliki kehidupan yang menghadirkan Kristus secara nyata dalam hidup kita. Oleh karena itu, Tuhan Yesus kembali menegaskan dan mengingatkan kepada kita, siapakah kita? Kita adalah garam dunia dan terang dunia, yang berfungsi untuk menyatakan Tuhan Yesus bagi dunia ini.
God Bless Us

Bernard Jiang
10 October 2009
TURN YOUR EYES UPON JESUS

MAZMUR 121:1-8

Beberapa waktu belakangan ini, statement di atas menjadi pusat perhatianku. Terlebih lagi, statement di atas juga merupakan salah satu judul lagu yang ada di PPK. Tapi terlepas dari apakah lagunya enak dinyanyikan atau tidak, tetapi perkataan “Turn Your Eyes Upon Jesus” menjadi suatu kebenaran yang paling hakiki di dalam kehidupan kita sebagai murid Tuhan Yesus. Namun di tengah makin sulitnya kehidupan, krisis yang berkepanjangan dalam berbagai dimensi dalam lingkungan kita, yang tentunya sangat berdampak dalam kehidupan kita, apakah Turn Your Eyes Upon Jesus masih menjadi kebenaran hakiki yang terus kita lakukan di dalam perjalanan iman kita keda Yesus?

Aku sering melihat banyak orang bekerja tanpa lelah dari pagi sampai malam, bahkan tidak jarang hari sabtu dan minggu pun dikorbankan untuk itu. Ketika ditanyakan alasan mengapa dia bekerja sampai sedemikian berat? Sebuah alasan klise pun dimunculkan, “Untuk masa depan!” katanya. Demi meraih masa depan yang indah dia rela membuang waktu-waktu yang berharga bagi dirinya, bagi keluarganya, maupun bagi kerohaniannya. Lalu aku mulai bertanya, “Apakah hal ini merupakan sesuatu yang salah? Sepertinya tidak juga, karena ada ayat dalam Amsal yang membandingkan kemalasan manusia dengan kerajinan semut. Namun di sisi lainnya aku juga melihat kehidupan yang tidak jauh berbeda ada dalam kehidupan orang Kristen. Sekarang ini banyak orang Kristen seringkali melayani Tuhan dengan luar biasa. Mereka mencoba mencari dan memberi yang terbaik bagi Tuhan (katanya) tetapi apa yang dilakukan sebenarnya tidak lebih dari sekedar mencari popularitas dan nama di lingkungan saudara seiman. Bahkan tidak jarang ada orang-orang Kristen yang suka sekali memakai topeng dalam hidupnya. Artinya di gereja jadi anak Tuhan tetapi kalau di luar gereja jadi anak Hantu. Hidupnya tidak jarang lebih buruk dan tidak menjadi kesaksian bagi orang-orang yang belum percaya.

Tetapi sayangnya, suka atau tidak inilah dunia yang kita hidupi sekarang ini. Dunia di mana kita hidup, berkarya, dan beraktifitas. Dan dunia ini dipenuhi dengan tidak sedikit orang seperti yang saya contohkan di atas. Di dalam dunia yang seperti ini, menjadi pertanyaan penting bagi kita, masihkah pandangan kita tetap tertuju pada Yesus? Tidak jarang dalam situasi sulit, kita mengarahkan pandangan kita kepada materi, popularitas, ataupun orang-orang yang ada di sekitar kita, bukan? Tetapi berbeda sekali dengan sikap Daud ketika dia menuliskan Mazmur 121:1-8. Daud tidak mencari pertolongannya kepada gunung-gunung (pada masa Daud gunung adalah tempat perlindungan yang sangat baik, karena dari atas kita bisa melihat musuh), tetapi dia mencarinya di dalam Tuhan, Sang Pencipta. Dia juga tidak mencari pertolongan kepada manusia yang dapat membuat dia kecewa, tetapi dari Tuhan yang tidak pernah mengecewakan dia.

Ketika aku membaca bagian ini, pikiranku kembali mengingat statement judul di atas, Daud telah mempraktekkan hal tersebut secara nyata dalam hidupnya.Daud benar-benar mengalami Tuhan dalam hidupnya.Terutama dalam masa-masa sukar, ketika dia dikejar-kejar Saul untuk dibunuh. Setiap hari Daud hidup dalam kekuatiran, Daud hidup dalam ketakutan, dia hidup dalam kebimbangan dan keraguan akan penyertaan Tuhan dalam hidupnya. Tetapi di saat seperti itu tiba Daud bukannya meninggalkan Tuhan tetapi sebaliknya Daud justru mengarahkan pandangannya kepada Tuhan dan percaya akan janjinya (ayat 3-8), karena dia tahu Tuhannya tidak pernah meninggalkannya, bahkan ayat 3-4, Firman Tuhan mengatakan bahwa Tuhan tidak pernah terlelap, Dia selalu menjaga hidup Daud 24 jam nonstop!

Saya percaya, sebagaimana Tuhan menjaga hidup Daud, Tuhan juga menjaga hidupmu dan hidupku, hidup setiap orang yang percaya Tuhan Yesus. Di tengah dunia yang semakin sulit, bagaimana kita menjalani hidup kita? Kepada apa dan siapa kita mengarahkan pandangan kita untuk meminta kekuatan dan pertolongan? Jika hidupmu saat ini dipenuhi kekuatiran, ketakutan, kebimbangan, dan keraguan, pandanglah kepada Yesus, maka Dia akan melawat hidupmu, karena Dia tidak pernah terlelap.

Remember: Just Turn Your Eyes Upon Jesus!

Bernard Jiang
9 Oktober 2009